Jumat, 30 Januari 2015



HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

Berikut ini akan di uraikan beberapa Kasus pelanggaran ataupun kontroversi HAM yang terjadi di Negara kita.

Aturan tentang Hak asasi manusia terdapat pada UUD 1945 perubahan ke 2 pasal 28a sampai 28j.
Dalam Pelaku pelanggaranpun

Hukuman Mati

Kontroversi hukuman mati sudah sejak lama ada di hampir seluruh masyarakat dan negara di dunia. Indonesia pun tak luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini pihak yang pro hukuman mati dan yang kontra hukuman mati masih bersilang sengketa. Masing-masing datang dengan rasional dan tumpukan bukti yang berseberangan, dan dalam banyak hal seperti mewakili kebenaran itu sendiri.

Seyogianya kontroversi itu berakhir ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945.
Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.


POLIGAMI

Setiap warga negara berhak mempunyai keturunan melalui perkawinan yang sah.Di indonesia Poligami masih menjadi Pro dan kontra di negeri kita.beberapa kalangan merasa hal tersebut adalah hak asasi setiap manusia.
Menteri Agama M. Maftuh Basyuni mengatakan bahwa poligami bukanlah maksud hak asasi manusia yang tercantum pada pasal 28 B ayat (1) UUD 1945. Pasal ini menyebutkan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Menurut Maftuh, hak asasi setiap orang yang diatur dalam pasal itu adalah kebutuhan untuk membentuk keluarga. Pandangan yang menganggap pasal 28 B menjamin poligami sebagai hak asasi manusia dinilai Maftuh sebagai pandangan yang keliru.

Berpoligami dalam pandangan agama islam memang boleh-boleh saja.Namun tidak lazim jika menyebut Poligami sebagai ibadah.Poligami memang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.Tapi itu sekedar untuk menolong janda-janda yang ditinggal mati oleh suaminya dalam peperangan bukan nafsu untuk memenuhi hasrat biologis semata.


PILKADA

Seyogyanya,ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan darah segar yang menghidupkan organisme demokrasi lokal dengan berfungsinya organ-organ politik di daerah. Meski demikian, sepanjang sejarah penyelenggaraan pilkada di Indonesia, ternyata sarat pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Salah satu penyebabnya adalah keran kebebasan yang terbuka demikian cepat menyebabkan membanjirnya partisipasi dalam pencalonan kandidat kepala daerah, sementara ruang kompetisi sangat ketat dan terbatas.

Lagi pula, bayang-bayang potensi kekuasaan dan kekayaan yang amat menjanjikan dari jabatan kepala daerah menarik minat banyak kandidat,sementara kebanyakan dari mereka tidak memiliki integritas moral dan kapabilitas keahlian memadai. Karena itu,tidak jarang cara-cara licik dan premanisme politik,entah sengaja atau terpaksa,digunakan dalam meraup preferensi politik publik.

Di sinilah pelanggaran HAM kerap terjadi. Sejatinya,apresiasi terhadap HAM merupakan elemen penting yang harus ada di dalam sistem politik demokrasi. Menurut ilmuwan politik G Bingham Powel (1982),salah satu kriteria prasyarat terciptanya demokrasi dalam dimensi empirik adalah ’’citizens and leaders enjoy basic freedom of speech,press, assembly and organization”.

Karena itu, dalam rangka membangun demokratisasi dalam konteks lokal maka upaya meminimalisasi –jika tidak mungkin menghilangkan– pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan pilkada merupakan hal yang signifikan untuk diwacanakan.

EMAIL BERUJUNG BUI

Kasus yang menimpah Prita Mulyasari cukup menarik.Sebetulnya
bukan termasuk besar, tetapi rupanya ada konspirasi yang membesar-besarkan. Kasus ini
bermula dari kejadian ” Curhat ” dan bersifat pribadi dari korban ( pasien ) di RS Omni
Internasional atas dampak pengobatan yang mengakibatkan korban mengalami luka tambahan dari luka lama. Curhat tersebut dia ungkapkan kepada sahabatnya via
email. Artinya si Prita dapat disebut sebagai pihak ” Konsumen ” dari penyedia jasa layanan
usaha RS Omni tersebut. Sebagai konsumen Prita punya hak menyampaikan unek-unek
ketidakpuasannya terhadap pelayanan penyedia jasa dan itupun dilindungi Undang – Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penegakan hukum terhadap Prita jelas-jelas melanggar HAM, Polres dan Kajari Tangerang dapat dituntut balik beserta Rumah sakitnya, demi nama baik dan kerugian yang diderita ibu 2 orang anak Balita ini.


BUAH KAKAO

Kasus nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao membuat Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar prihatin. Para penegak hukum harusnya mempunyai prinsip kemanusiaan, buka cuma menjalankan hukum secara positifistik.

Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.

Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.

Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.

Seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Tragedi trisakti

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.


Penggusuran Rumah

Penggusuran terhadap rumah warga selalu terjadi setiap tahun. Tata ruang kota selalu menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan yang merugikan bagi sebagian warga kota itu.Kebijakan pemerintah melakukan penggusuran ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM. Hal itu terungkap dalam diskusi yang digelar oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Jl Pancawarga IV, Kalimalang, Jakarta, Rabu (4/10/2006).

Pembebasan Adelin Lis

Pembebasan Adelin Lis yang merupakan tersangka kasus pembalakan liar yang banyak terjadi di Indonesia lembaga permasyarakartan tempat dia ditahan pada beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM di negeri kita. Menteri Hukum dan HAM menegaskan, “ Bahwa bebasnya Adelin Lis dari lembaga permasyarakatan tersebut beberapa waktu yang lalu tlah di atur oleh petugas lembaga permasyarakatan yang bekerja di tempat Adelin Lis di tahan.
Berikut adalah penuturan dari petugas penjaga lembaga permasyarakatan yang membantu bebasnya Adelin Lis, “ saya membantu Adelin Lis karna dia akan memberikan uang bila saya dapat mengatur surat pembebasan dirinya”. dari penuturan tersebut kenyataannya adalah aparat keamanan di Indonesia masih kalah dengan sistem kolusi yang sering digunakan oleh para peabat yang faktanya bersalah. Disamping itu, penjaga lembaga pemasyarakatan yang terkait dengan pembebasan Adelin Lis sekarang ini tlah dinyatakan sebagai tersangka. Yang menjadi perdebatan para aktivis HAM adalah, “Mengapa aparat keamanan yang berada dilembaga pemasyarakatan tempat Adelin Lis ditahan mudah sekali terbujuk oleh sebuah kenikmatan dunia sesaat yang dijanjikan oleh Adelin Lis?
Tidak lama setelah Adelin Lis bebas, akhirnya aparat kepolisian berhasil kembali menangkap Adelin Lis


1.DEMOKRASI LIBERAL
• Demokrasi ini sering disebut Demokrasi PARLEMENTER, dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945.Menteri bertanggung jawab kepada parlemen

2.DEMOKRASI TERPIMPIN
• Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam demokrasi terpimpin ini menggunakan sistem presidensiil


3.Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila


Pelanggaran HAM adalah pelanggaran atau kelalaian terhadap kewajiban asasi yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Namun tidak semua pelanggaran yang berkenaan dengan hak merupakan pelanggaran HAM. Yang termasuk dalam pelanggaran HAM diantaranya pelecehan dan pembunuhan, berikut penjelasan lengkap mengenai pelanggaran HAM dan Contoh Kasus Pelanggaran Ham di Indonesia.
Pelanggaran HAM diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 bahwa :
"Pelanggaran HAM adalah segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disegaja maupun tidak disengaja yang dapat mengurangi, membatasi, mencabut, atau menghilangkan hak asasi orang lain yang dilindungi oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang benar dan adil sesuai mekanisme hukum yang berlaku."
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM
Pelanggaran yang sering dijumpai dalam masyarakat antara lain :
  • Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan yang dilakukan langsung atau tidak lengsung yang didasarkan perbedaan manusia atas Suku, ras, etnis, dan Agama.
  • Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani.

  • Pelanggaran HAM berat yaitu pelanggaran HAM yang mengancam nyawa manusia.
  • Pelanggaran HAM ringan yaitu pelanggaran HAM yang tidak menancam jiwa manusia.
Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.

Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak. 


Penculikan Aktivis
Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota militer.

Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan Munir dan meninggal di pesawat.
Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.

Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti. 
Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak dengan menggunakan peluru tajam oleh anggota polisi dan militer.

Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumlah orang yang terlibat dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif, begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Peristiwa ini dilatar belakangi masa Orde Baru.
Pembantaian Santa Cruz
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.

Peristiwa 27 Juli
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.

Kasus Dukun Santet di Banyuwangi
Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan warga.

Itulah beberapa kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM di Indonesia. Semoga saja kedepannya Indonesia bisa lebih tenram dan damai serta terhindar dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam masyarakat terutama pelanggaran HAM. Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi tempo dulu sebaiknya dijadikan contoh oleh generasi sekarang agar mereka tidak mengulangi dan terhindar pelanggaran HAM. Oleh karena itulah, sebaiknya kita memahami dengan baik makna, pengertian atau definis dari HAM

Contoh Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia





 

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah badan hukum internasional, begitupun pula di Indonesia. HAM merupakan hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia di dalam kandungan. Di Indonesia, terdapat berbagai pelanggaran HAM, entah itu pelanggaran HAM yang bersifat berat maupun ringan. Contohnya adalah kasus pelanggaran HAM tentang pembunuhan aktifis Hak Asasi Manusia yaitu Munir Said Thalib atau orang sering dikenal dengan Munir. Masih ada lagi contoh kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, bahkan sebagian sudah diajukan ke Sidang Peradilan, bahkan Amnesty Internasional. Berikut ini daftar kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia:

 1. Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan Munir dan meninggal di pesawat.
 
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.

3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik. Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota militer/TNI. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti. 
Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak dengan menggunakan peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
 
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.

6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumlah orang yang terlibat dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif, begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Peristiwa ini dilatar belakangi masa Orde Baru.

7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.

8. Peristiwa 27 Juli
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.

9. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965
Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

10. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi
Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan warga.

11. Kasus Bulukumba
Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT. London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka. 

12. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini terjadi di Abepura, Papua pada tahun 2003. Terjadi akibat penyisiran yang membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura. Komnas HAM menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di peristiwa Abepura.


13. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jejak Pendapat
Kerusuhan ini terjadi pada tahun 1999. Dilatar belakangi oleh Agresi Militer dan puluhan warga sipil meninggal dan sebagian luka-luka.

14. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Perisiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan ratusan ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari Agresi Militer oleh TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan.

15. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966, kasus-kasus di Papua telah memakan ribuan korban jiwa. Peristiwa ini terjadi akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antar perusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi warga sipil.

16. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989, memakan banyak ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan itensitas kekerasan yang tinggi.


17. Penembakan Misterius (Petrus)
Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak. 

18. Kasus-kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri
Ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang menimpa beberapa TKI yang bekerja di luar negeri. Telah terjadi banyak penganiayaan, seperti dipukul, disetrika, diestrum listrik, pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan pembunuhan terhadap para tenaga kerja Indonesia, meskipun sudah ada Undang-Undang dari Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan atas TKI yang bekerja di luar negeri.

0 komentar :

Posting Komentar